
WAMENA-Provinsi Papua Pegunungan kembali menjadi sorotan publik setelah Gubernur Papua Pegunungan menggelontorkan dana hibah keagamaan miliaran rupiah kepada lembaga keagamaan di Papua Pegunungan. Meski langkah ini mendapat apresiasi dari tokoh agama, kritik muncul terkait prioritas pembangunan yang dinilai belum menyentuh kebutuhan dasar pemerintahan.
Kantor Pemerintahan Masih Kontrak
Sudah tiga tahun sejak Provinsi Papua Pegunungan resmi berdiri melalui UU Nomor 16 Tahun 2022, namun hingga kini kantor gubernur, dinas, dan badan daerah masih menyewa bangunan kontrakan. Fasilitas kerja ASN pun dinilai minim, mulai dari alat tulis kantor (ATK) hingga sarana pendukung lainnya. Hal ini berdampak langsung pada rendahnya partisipasi dan kinerja aparatur sipil negara di wilayah tersebut.
Tokoh muda Papua Pegunungan, Nioluen Kotouki, S.IP, menyoroti bahwa pembangunan seharusnya berangkat dari pemahaman historis dan tujuan utama lahirnya empat daerah otonom baru (DOB) di Papua. “DOB bukan hanya soal administrasi, tapi solusi atas ketimpangan pembangunan dan pendekatan terhadap isu politik ideologi yang selama ini memicu konflik,” ujarnya.
Prioritas Pembangunan Dipertanyakan
Nioluen menilai bahwa pembangunan perkantoran, perumahan ASN, listrik, dan sanitasi air seharusnya menjadi prioritas utama. Ia juga mengingatkan janji kampanye Gubernur terkait pemberdayaan ekonomi mama-mama Papua, seperti usaha jualan pinang dan kayu bakar, yang hingga kini belum terlihat realisasinya.
Seruan untuk Evaluasi
Dengan anggaran besar yang telah digelontorkan, masyarakat Papua Pegunungan kini menanti langkah konkret pemerintah provinsi dalam membangun infrastruktur dasar. Evaluasi terhadap kebijakan anggaran dan realisasi visi misi gubernur menjadi tuntutan yang semakin menguat.
“Pembangunan harus menyentuh akar kebutuhan rakyat, bukan hanya simbolik,” tegas Nioluen.
Tidak ada komentar